Kamis, 25 April 2013

ILMU POLITIK


PENDAHULUAN

Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.


PEMBAHASAN
IDEOLOGI TENGAH DAN KANAN

A.      PENGERTIAN
Implikasi Demokratis dari “sosialisme demokratis” sangata jelasdalam istilahnya sendiri. Ada idiologi politik yang menganut asas-asas kedaulatan rakyat dan persamaan politik. Dan juga anarkisme adalah diantara idiologi kiri yang mendesak adanya pembagian kekuasaan politik yang sama bagi seluruh warga Negara. Politik tidak dibagi rata , maka mereka yang melaksanakan kekuasaan politik tik berhak menyatakan bahwa wewenang politiknya adalah sah.
  Mengidentifikasi demokrasi dengan kapitalisme adalah salah, karena:
1.      “Kapitalime” merupakan suatu system organisasi ekonomi, sedang “Demokrasi” mengacu pada system suatu politik.
2.      Sebenarnya belum pernh ada system organisasi ekonomi yang benar-benar kapitalis.
Dari sudut pandang lain, mencirikan demokrasi dan kapitalisme bias saja banyak benarnya dari pada salahnya, karena:
1.      Demokrasi-demokrasi  yang telah mantap dan telah lama hidup di dunia barat berakar kuat pada idiologi liberalism klasik.
2.      Liberalisme klasik juga adalah idiologi politik kapitalisme awal.
Kenyataan-kenyataan politis dan liberalime klasik lebih bayak menampilkan wujud-wujud orientasi dari pada demokrasi.  Persoalan pokokmengenai pentingnya liberalisme klasik ini mungkin akan bias dijelaskan kalau kita berpaling lebih dahulu pada asumsi-asumsi yang menambatkan logika suatu idiologi politik.

B.       LIBERALISME
Liberalism merupakan idiologi kelas tertentu yang mecirikan kepentingan ketentuan. Dalam ilmu-ilmu sosial dikenal dua pengertian mengenai ideologi, yaitu ideologi secara fungsional dan secara struktural. Ideologi secara fungsional diartikan sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama; atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik, sedangkan ideologi secara struktural diartikan sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa. Menurut pendekatan struktural konflik, kelas yang memiliki sarana produksi materiil dengan sendirinya memiliki sarana produksi mental, seperti gagasan, budaya dan hukum. Gagasan kelas yang berkuasa di manapun dan kapanpun merupakan gagasan yang dominan. Gagasan, budaya, hukum dan sebagainya sadar atau tidak merupakan pembenaran atas kepentingan materiil pihak yang memiliki gagasan yang dominan. Sistem pembenaran ini disebut ideologi.
Dalam bahasa Indonesia, ideologi sering disebut sebagai “dasar negara” atau “falsafah negara”, di Malaysia disebut “rukun negara”. Karena memberikan pengesahan kepada pemerintah, ideologi membenarkan adanya status quo. Tetapi ideologi juga bisa digunakan oleh pihak lainnya (pihak pemberontak, pihak oposisi atau pihak reformasi) guna menyalahkan pemerintahan, menyerang kebijakan pemerintah sampai kepada mengubah status quo. Sekalipun pemerintah bisa menindas warga negaranya dengan menggunakan dalih ”hak ketuhanan raja” atau ”kehendak sejarah”, tetapi pihak lainnya bisa membenarkan tindakan kekerasan mereka dengan bersandar pada prinsip ”hak-hak dasar” atau ”kehendak yang kuasa”. Ideologi yang dianggap sarat dengan kepentingan kelas pekerja bukan tidak bisa digunakan untuk menentang kekuasaan negara borjuis, selain juga untuk mensahkan kekuasaan diktator terhadap kelas pekerja. Ideologi dalam arti fungsional dapat digambarkan secara singkat dengan contoh berikut. Di Amerika Serikat, menjamin keamanan nasional berarti peningkatan produksi persenjataan yang bermakna pula menguntungkan industri-industri senjata. Peningkatan pertumbuhan pertanian berarti peningkatan produksi pupuk dan bahan kimia yang lain, yang berarti menguntungkan industri-industri pupuk dan bahan kimia. Demi stabilitas nasional di negara-negara berkembang acap kali berarti mengurangi kebebasan politik warga negara. Ideologi dalam arti fungsional digolongkan secara tipologi dengan dua tipe, yakni ideologi yang doktriner dan ideologi yang pragmatis.
Liberalisme sebagai suatu ideologi pragmatis muncul pada abad pertengahan di kalangan masyarakat Eropa. Masyarakat Eropa pada saat itu secara garis besar terbagi atas dua, yakni kaum aristokrat dan para petani. Kaum aristokrat diperkenankan untuk memiliki tanah, golongan feodal ini pula yang menguasai proses politik dan ekonomi, sedangkan para petani berkedudukan sebagai penggarap tanah yang dimiliki oleh patronnya, yang harus membayar pajak dan menyumbangkan tenaga bagi sang patron. Bahkan di beberapa tempat di Eropa, para petani tidak diperkenankan pindah ke tempat lain yang dikehendaki tanpa persetujuan sang patron (bangsawan). Akibatnya, mereka tidak lebih sebagai milik pribadi sang patron. Sebaliknya, kesejahteraan para penggarap itu seharusnya ditanggung oleh sang patron. Industri dikelola dalam bentuk gilde-gilde yang mengatur secara ketat, bagaimana suatu barang diproduksi, berapa jumlah dan distribusinya. Kegiatan itu dimonopoli oleh kaum aristokrat. Maksudnya, pemilikan tanah oleh kaum bangsawan, hak-hak istimewa gereja, peranan politik raja dan kaum bangsawan, dan kekuasaan gilde-gilde dalam ekonomi merupakan bentuk-bentuk dominasi yang melembaga atas individu. Dalam konteks perkembangan masyarakat itu muncul industri dan perdagangan dalam skala besar, setelah ditemukan beberapa teknologi baru. Untuk mengelola industri dan perdagangan dalam skala besar-besaran ini jelas diperlukan buruh yang bebas dan dalam jumlah yang banyak, ruang gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi dan kebebasan berkreasi. Kebutuhan-kebutuhan baru itu terbentur pada aturan-aturan yang diberlakukan secara melembaga oleh golongan feodal. Yang membantu golongan ekonomi baru terlepas dari kesukaran itu ialah munculnya paham liberal.
Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh golongan intelektual yang digerakkan oleh keresahan ilmiah dan artistik umum pada zaman itu. Keresahan intelektual tersebut disambut oleh golongan pedagang dan industri, bahkan hal itu digunakan untuk membenarkan tuntutan politik yang membatasi kekuasaan bangsawan, gereja dan gilde-gilde. Mereka tidak bertujuan semata-mata untuk dapat menjalankan kegiatan ekonomi secara bebas, tetapi juga mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Masyarakat yang terbaik (rezim terbaik), menurut paham liberal adalah yang memungkinkan individu mengembangkan kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik, semua individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-bakatnya. Hal ini mengharuskan para individu untuk bertanggung jawab pada segala tindakannya baik itu merupakan sesuatu untuknya atau seseorang. Seseorang yang bertindak atas tanggung jawab sendiri dapat mengembangkan kemampuan bertindak. Menurut asumsi liberalisme inilah, John Stuart Mill mengajukan argumen yang lebih mendukung pemerintahan berdasarkan demokrasi liberal. Dia mengemukakan tujuan utama politik ialah mendorong setiap anggota masyarakat untuk bertanggung jawab dan menjadi dewasa. Hal ini hanya dapat terjadi manakalah mereka ikut serta dalam pembuatan keputusan yang menyangkut hidup mereka. Oleh karena itu, walaupun seorang raja yang bijaksana dan baik hati, mungkin dapat membuat putusan yang lebih baik atas nama rakyat dari pada rakyat itu sendiri, bagaimana pun juga demokrasi jauh lebih baik karena dalam demokrasi rakyat membuat sendiri keputusan bagi diri mereka, terlepas dari baik buruknya keputusan tersebut. Jadi, ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut :
1.       Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
  1. Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
  2. Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri sendiri.
  3. Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai sebagai hal yang cenderung disalahgunakan, dan karena itu, sejauh mungkin dibatasi.
  4. Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian besar individu berbahagia. Walau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal. Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat atau rezim diukur dari seberapa tinggi indivivu berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya. Ideologi liberalisme ini dianut di Inggris dan koloni-koloninya termasuk Amerika Serikat.
C.      KONSERVATISME
Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Latin, conservāre, melestarikan; "menjaga, memelihara, mengamalkan". Karena berbagai budaya memiliki nilai-nilai yang mapan dan berbeda-beda, kaum konservatif di berbagai kebudayaan mempunyai tujuan yang berbeda-beda pula. Sebagian pihak konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, the status quo ante.
Samuel Francis mendefinisikan konservatisme yang otentik sebagai “bertahannya dan penguatan orang-orang tertentu dan ungkapan-ungkapan kebudayaannya yang dilembagakan.”[1] Roger Scruton menyebutnya sebagai “pelestarian ekologi sosial” dan politik penundaan, yang tujuannya adalah mempertahankan, selama mungkin, keberadaan sebagai kehidupan dan kesehatan dari suatu organisme sosial.
Ciri-Ciri Ajaran Ideologi Konservatisme:
1.    Lebih mementingkan lembaga-lembaga kerajaan dan gereja.
2.    Agama dipandang sebagai kekuatan utama disamping upaya pelestarian tradisi dan kebiasaan dalam tata kehidupan masyarakat.
3.    Lembaga-lembaga yang sudah mapan seperti keluarga, gereja, dan Negara semuanya dianggap suci.
4.    Konservatisme juga menentang radikalisme dan skeptisisme.
Siapa yang menciptakan?
Ideologi konservatisme yang dikumandangkan oleh Edmund Burke, 1729-1797. Dimana ideologi konservatisme ini telah merasuk ke beberapa negara sekular yang
ada sekarang. Nasionalisme dan kebangsaan ini sekarang kalau di
Indonesia dijadikan lambang perjuangan Partai Amanat Nasional di bawah
Amien Rais dan Partai Kebangkitan Bangsa yang lahirnya dibidangi oleh Gus
Dur.
Negara yang menganut Ideologi Konservatisme Negara yang pernah menganut Ideologi Konservatisme adalah Inggris, Kanada, Bulgaria, Denmark, Hongaria, Belanda, Swedia

D.      FASISME
Secara umum, fasisme adalah suatu paham yang mengedepankan bangsa sendiri dan memandang rendah bangsa lain. Hal ini sama saja mengisyaratkan bahwa fasisme adalah suatu sikap nasionalime yang berlebihan. Penerapan ideologi fasisme secara absolut tanpa mengutamakan prinsip demokrasi. Contohnya saja Jerman  yang memusuhi yahudi, karena yahudi dianggap ras rendah yang senantiasa mengotori kemurnian ras arya.
Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan penyebab munculnya ideologi fasisme.  Salah satunya adalah pecahnya perang dunia kedua. Sejumlah Negara yang kalah perang di perang dunia pertama merasa frustasi dan tidak puas terhadap hasil perjanjian perang dunia pertama. Hal tersebut mengakibatkan kekacauan di bidang sosial dan ekonomi Negara tersebut. Sehingga lahir berbagai gesekan-gesekan di dalam Negara.  Depresi juga menjadi salah satu faktor pemicu kebangkitan Fasisme, sebelum perang dunia kedua. Hal itu yang menjadikan manusia dapat dimobilisir, karena tak memiliki acuan hidup. Faktor ketiga adalah lembaga-lembaga demokratis liberal yang tidak memiliki landasan yang aman, karena dapat disusupi berbagai ide-ide Fasisme. Serta kecemasan yang meluas diantara kelas menengah dan menengah-bawah atas pengambil alihan revolusioner rejim Komunis akan terjadi di Negara mereka menjadi faktor keempat bangkitnya ideologi Fasisme. Fasisme muncul dengan pengorganisasian pemerintahan dan masyarakat secara totaliter, kediktatoran partai tunggal yang bersifat: ultra-nasionalis, rasis, militeris dan imperialis. Fasisme juga muncul pada masyarakat pasca-demokrasi dan pasca-industri. Jadi, fasisme hanya muncul di negara yang memiliki pengalaman demokrasi. Hal- hal yang penting dalam penbentukan suatu karakter negara fasisme adalah militer, birokrasi, prestise individu sang diktator serta dukungan masa.
Tokoh-tokoh ideologi fasisme yang kita kenal adalah Benito Mussolini dari italia. Di Jerman terdapat tokoh penganut fasisme yaitu Adolf Hitler. Kedua tokoh ini mengenalkan ajaran-ajaran yang dianut dalam ideologi fasisime. Hingga saat ini ajaran fasisme model Italia-lah yang kemudian menjadi pegangan kaum fasisme di dunia, karena wawasannya yang bersifat moderat.
Beberapa unsur pokok dari ajaran fasisme yaitu, Pertama, ketidak percayaan pada kemampuan nalar. Bagi fasisme, keyakinan yang bersifat fanatik dan dogmatik adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi didiskusikan.  Kedua, pengingkaran derajat kemanusiaan.  Bagi ideologi fasisme manusia tidaklah sama. Sehingga  pertidaksamaan inilah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Dalam ideologi  fasisme, pria melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan anggota partai, bangsa yang satu melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus melampaui yang lemah. Jadi fasisme menolak konsep persamaan tradisi yahudi-kristen dan juga Islam  yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan dengan ideologi yang mengedepankan kekuatan. Oleh karena itu, kita sering mendengar istilah anti-yahudi. Ketiga, kode prilaku yang didasarkan pada kekerasan dan kebohongan. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk mengakui kebenaran doktrin pemerintah. Jika ada yang bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah musuh yang harus dimusnahkan. Hitler konon pernah mengatakan, bahwa “kebenaran terletak pada perkataan yang berulang-ulang”. Jadi, bukan terletak pada nilai obyektif kebenarannya. Keempat, pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam ideologi fasisme, pemerintahan harus dipimpin oleh kelompok-kelompok  elit yang dianggap lebih mengetahui keinginan seluruh anggota masyarakat. Kelima, totalitarianrisme. Bagi penganut ideologi fasime, kaum fasis menerapkan pola pengawasan yang sangat ketat. Sedangkan bagi kaum penentang, maka totalitarianisme dimunculkan dengan aksi kekerasan seperti pembunuhan dan penganiayaan. Keenam, Rasialisme dan imperialisme. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat bahwa bangsa elit, yaitu mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme juga merambah jalur keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari pada lainnya, sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal ini memunculkan semangat imperialisme. Ketujuh, ideologi  fasisme memiliki unsur menentang hukum dan ketertiban internasional. Konsensus internasional adalah menciptakan pola hubungan antar negara yang sejajar dan cinta damai. Sedangkan fasisme dengan jelas menolak adanya persamaan tersebut. Oleh karena itu, kaum fasis menganggap bahwa perang sebagai derajat tertinggi terutama hal yang menentang hukum dan ketertiban internasional.


PENUTUP
Fasisme dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu—di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum—mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh kaum fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat manusia, yang merenggut nyawa 55 juta orang.


DAFTAR PUSTAKA
Zulkifly Hamid, “Pengantar Ilmu Politik”. PT. Raja Grapindo Persada. Jakarta: 2006
Surbakti, “Memahami Ilmu Politik”. PT. Raja Grapindo Persada. Jakarta: 1992




Tidak ada komentar: