Jumat, 06 Desember 2013

Ibunda Kenapa Engkau Menangis?

Suatu ketika ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepada Ibunya: "Ibu, mengapa Ibu menangis?".
Ibunya menjawab: "Karena Ibu adalah seorang wanita nak...!"
Si anak agak sedikit bingung, "Aku tak mengerti Ibu...!!!" tanyanya lagi.
Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya dengan erat.
"Anakku, kamu memenag tidak akan pernah mengerti."
Kemudian anak itu bertanya kepada Ayahnya. "Ayah, kenapa Ibu menangis?, sepertinya Ibu menangis tanpa sebab yang jelas."
Sang Ayah menjawab: "Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan.
hanya itu jawaban yang diberikan oleh sang Ayah.
Seiring berjalannya waktu, anak itu tumbuh remaja dan masih bertanya-tanya MENGAPA WANITA MENANGIS???
Pada suatu malam, si anak bermimpi dan bertanya kepada Tuhan.
"Tuhan, mengapa wanita mudah sekali menangis?" dan di dalam mimpinya Tuhan menjawab: "Saat Ku ciptakan wanita, aku menjadikannya sangat utama, Ku ciptakan bahunya agar mampu menahan beban dunia dan isinya, walaupun bahu itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.
Ku berikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan dan mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau seringkali ia kerap menerima cerca dari anaknya.
Ku berikan keperkasaan yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah saat semua orang sudah putus asa. 
Ku berikan kesabaran untuk merawat keluarganya. Walau sakit, lelah tanpa berkeluh kesah. 
Ku berikan kepada wanita perasaan peka dan kasih sayang untuk mencintai semua anaknya dalam kondisi dan situasi apapun. Walau tidak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya.
Ku berikan kepada wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa sulit dan menjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang rusuk yang melindungi setiap hati dan jantung agar tidak terkoyak??
Ku berikan kepadanya kebijaksanaan, kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan bahwa suami yang baik tidak pernah melukai istrinya. Walau seringkali kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi dan saling menyayangi.
dan akhirnya Ku berikan ia air mata agar dapat mencurahkan isi hatinya.
Inilah yang Ku berikan khusus kepada wanita agar dapat digunakan kapanpun yang ia inginkan.
hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya air mata ini adalah air mata kehidupan, maka dekatkanlah dirimu kepada sang Ibu jika Beliau masih hidup, karena di kakinyalah kalian akan menemukan SYURGA KU.

Senin, 02 Desember 2013

Bunda, Aku Ingin Menikah....!!!


Seketika mata tua itu berbinar senang seraya menatap anak laki-lakinya. Terlintas di pikirannya, gubuk kecil ini akan penuh dengan limpahan kebahagiaan.Ditemankan seorang gadis cantik yang kelak menjadi menantunya, hingga terbayang pula celoteh, canda dan tawa cucu-cucu yang memenuhi setiap sudut rumah.

Ditatapnya kembali pemuda tanggung yang berdiri dengan gagah di depannya. Ia telah tumbuh besar, bukan lagi bocah kecil yang dulu sering dijewer telinganya saat nakal. Tak pula sepotong kue yang disodorkan akan membuatnya menghentikan tangisan. Bocah ingusan itu telah dewasa, bahkan terlihat lebih dewasa dari usianya. Sorot matanya tajam laksana elang, rahang kukuh dan ditumbuhi cambang, serta tubuh yang tegap bagaikan prajurit yang tak sabar menanti genderang perang ditabuhkan.

Seakan tak percaya pada sekian waktu yang telah berlalu, tangan yang telah keriput dimakan usia itu bergerak perlahan menyentuh wajah di hadapannya. Lalu dielusnya dengan lembut, penuh dengan selaksa cinta. Paras wajahnya mewarisi ketampanan asy Syahid suaminya tercinta. Ia memang telah dewasa dan saatnya telah tiba untuk menikah, hati kecilnya bergumam bahagia.

Sepekan pun berlalu dalam guliran usia dan waktu. Seiiring itu pula, alunan bacaan al Qur'an semakin terdengar merdu dan syahdu. Hampir setiap saat, lelaki itu selalu bersama mushab al Qur'an kecil yang tak pernah jauh dari sisinya. Menjelang saat pernikahan, ia memang semakin dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ibadah wajib bahkan sunnat pun tampak semakin khusyuk dilakukan.

Saat ini, pemuda itu kembali berdiri di hadapan ibunda tercinta. Ia semakin tampan, wajahnya tampak bercahaya, gagah walaupun tanpa mengenakan pakaian pesta seperti layaknya mempelai yang akan menikah. Ia tersenyum, sedikit menganggukkan kepala lalu memeluk dengan penuh kasih sayang wanita yang melahirkannya. Pelukannya lambat laun semakin erat, bagaikan sebuah salam perpisahan.

Ibunda pun menangis, isakannya terdengar saling memburu dan membasahi kafeyah. Mata hatinya sebagai seorang ibu, telah menerka makna pernikahan sesungguhnya yang diinginkan buah hati tercinta.Sekelebat kebahagiaan yang terlintas beberapa hari lalu di pikirannya, semata-mata hanyalah pelipur lara bagi fitrahnya sebagai seorang ibunda.

Pemuda yang lahir dari rahimnya, dibuai dan telah dibesarkan ini bukanlah miliknya, tapi milik zamannya. Kini anak panah itu telah siap meluncur dari busur, pedang siap terayun menebas musuh, butir peluru pun siap ditembakkan dan melaju.

Untaian do'a, baluran cinta dan alunan senandung jihad yang senantiasa menemani lelap tidur anaknya telah menjelma dalam setiap helaan nafas dan butiran darah. Hidup bagi seorang laki-laki sejati di bumi al Aqsa hanyalah perjuangan yang tak pernah padam, mengusir zionis jahanam, laknatuLlah.
Dilepaskannya kepergian buah hati tercinta dengan ikhlas, penuh keredhaan dan iringan do'a. Tak ada lagi tangis, apalagi sedu sedan dari sudut mata tuanya. Hanya tatapan kasih sayang dan senyum kebanggaan. Sang pemuda melangkah dengan penuh keyakinan menuju gerbang pernikahan yang dihiasi mahligai cinta. Mahar yang akan diberikan pun telah siap di balik baju, melilit sekujur tubuhnya.

Malam itu, hanya sepenggal bulan bergelayut di awan.Angin berhembus lirih, burung malam pun enggan bersenda gurau. Senyap dan kelam membalut kesunyian.
Pecah...

Menggelegar membelah angkasa. Lalu tanah pun merekah oleh suara-suara tapak sepatu bot dan deru mesin pembunuh. Mereka bergerak menuju semburat titik api yang memancar dari Jalur Gaza. Kata makian dan sumpah serapah berhamburan, meracau tak karuan. Wajah-wajah itu berang, marah dan menyeringai bagaikan srigala yang mulutnya masih berlumuran darah.

Sisa kebisingan itu menelisik dari celah-celah dinding, menyapa seorang perempuan yang baru saja selesai menunaikan sholat malamnya di sebuah gubuk tua. Ia tersenyum, lalu diambilnya sebuah mushab kecil, dan didekapnya dengan selimut kasih sayang. Lembut dibelainya, bagaikan membelai syuhada saat masih bocah. Ia bernyanyi kecil dengan senandung  jihad, seraya beringsut menuju sebuah kamar. Perlahan dikuaknya daun pintu kayu agar buah hati tercinta tidak terjaga dari tidur. Dengan kasih sayang lalu diletakkannya di pembaringan, dan ia pun beranjak keluar.

Semerbak...

Bau harum menyeruak dan merebak dari kamar syuhada, harum bagaikan khas keharuman sebuah kamar mempelai yang akan mereguk cinta di malam pertama.
Wallahua'lam bi shawab.

*MERENGKUH CINTA DALAM BUAIAN PENA*
Al-Hubb FiLlah wa LiLlah,
Oleh: M. A. Simbolon