Kamis, 29 November 2012

Artikel Sosiologi Hukum


 















Kelompok I
Artikel Sosioloogi Hukum
KORUPSI MENURUT KACAMATA SOSIOLOGI HUKUM
Oleh: Musa Amzhar Simbolon


Gerakan sosial adalah reaksi pada bagian dari individu atau kelompok untuk kondisi yang tidak memuaskan dalam kehidupan sosial. Adanya gesekan sosial dan mental yang berkembang sebagai upaya untuk mewujudkan hubungan yang harmonis. Didalam suatu pemerintahan mempunyai misi otoritas yang sangat kuat, yaitu dalam hal pemberantasan korupsi dimana secara konvensional berbasis sebagai penegakan hukum dan perbaikan pengawasan melalui institusi kenegaraan. Pada masalah inilah rakyat adalah sebagai korban dari penyalahgunaan kekuasaan yang harus mengambil inisiatif untuk mengembangkan pengawasan misal yang melibatkan peran serta masyarakat pada semua lapisan social dan profesi. Dimana telah terbangun suatu mitos didalam kehidsupan social masyarakat hukum bahwa korupsi hampir mustahil dapat dibasmi, dan ada anggapan bahwa korupsi sudah menjadi kebudayaan Bangsa Indonesia. Asumsi penulis adalah bahwa korupsi sesungguhnya menyangkut masalah kekuasaan dan kesempatan yang dipunyai oleh paraeksekutif dipemerintahan.
Secara sosiologis, perbuatan tindak pidana korupsi, tidak hanya merugikan keuangan atau perekonomian negara, tetapi juga merugikan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat diwadahi oleh UU Tipikor untuk melaporkan setiap penyalahgunaan jabatan, termasuk penyalahgunaan jabatan oleh penegak hukum yang ditugaskan memberantas tindak pidana korupsi. Artinya, setiap perbuatan tindak pidana acapkali menimbulkan korban di masyarakat juga. terutama tindak pidana korupsi.
Dengan demikian jelaslah bahwa tindak pidana korupsi dengan berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, UU No. 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban dan UU No. 7 Tahun 2006 tentang komisi perserikatan bangsa-bangsa anti korupsi, dimana akibat dari suatu perbuatan tindak  pidana korupsi yang menimbulkan gejala sosial didalam masyarakat hukum dan yang menjadi korban adalah masyakat atau rakyat.
1.      Alasan Orang Banyak Korupsi
Sikap mental dan budaya yang dianutnya memberikan dia alasan untuk melakukan korupsi. Karena adanya kesempatan dan adanya niat untuk melakukan tindak pidana Korupsi itu. Memberikan kesempatan untuk korupsi perlu dipersempit dengan memperbaiki sistem.
Sementara niat untuk melakukan korupsi lebih banyak dipengaruhi oleh sikap mental atau moral dari para pejabat atau pegawai. Banyak, di antara pejabat atau pegawai, mempunyai sikap yang keliru tetang sah tidak suatu penghasilan atau halal haramnya suatu sumber pendapatan. Mereka sering berpendapat, bahwa yang tidak sah atau haram hanyalah meliputi makanan dan minuman yang diharamkan agama. Sementara perbuatan lain yang merugikan orang lain atau merugikan keuangan negara, dianggap tidak haram atau sah-sah saja. Seharusnya perbuatan yang merugikan orang lain atau merugikan keuangan negara adalah juga perbuatan yang tidak sah atau haram, Karena sikap keliru inilah, banyak orang merasa tenang atau tidak merasa berdosa ketika melakukan korupsi.
Di sisi lain, bagi anggota masyarakat, ada semacam nilai bahwa memberikan sesuatu kepada pejabat bukanlah perbuatan yang dilarang, baik pemberian itu diberikan sebelum atau sesudah urusannya dengan pejabat itu selesai. Kebudayaan ini harus diubah. Perlu diingatkan, bahwa baik menurut hukum agama atau hukum nasional, orang yang menyuap atau disuap kedua-duanya juga salah.
Pemberantasan yang pilih- pilih dalam melakukan pemberantasan korupsi. Dimana yang seharusnya pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan benar dan sudah tentu diperlukan aparatur pemerintahan, terutama penegak hukum, yang bersih. Menurut penilaian Transparansi Internasional, korupsi di Indonesia banyak terjadi di kalangan partai politik dan parlemen, dan di sektor penegakan hukum, baik kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Seperti kasus M. Nazaruddin, Nunun Nur Baety, Gayus Tambunan, Siruss Sinaga dan mungkin masih banyak lagi.
Oleh karena itu, pembersihan di sektor penegakan hukum haruslah menjadi prioritas utama. Di sini, harapan masyarakat banyak diberikan kepada KPK yang dianggap lebih memiliki integritas dibandingkan dengan penegak hukum lainnya. Untuk itu, KPK harus didukung sepenuhnya dan diberi kewenangan yanag lebih baik lagi, sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara optimal.
Peranserta masyarakat karena akan mempengaruhi keberhasilan pemberantasan korupsi banyak tergantung pada partisipasi masyarakat. Kalau masyarakat sudah mengubah budayanya dan bersikap “antikorupsi” maka situasi ini sudah cukup kondusif untuk memberantas korupsi. Dengan sikap demikian, diharapkan, masyarakat mau mencegah dan melaporkan korupsi yang terjadi.
2.      Penyebab Korupsi
Untuk menemukan penyebab korupsi, maka Penulis sedikit menggunakan konsepsi Alfred Schutz tentang because motive atau disebut sebagai motif penyebab. Di dalam konsepsi ini, maka dapat dinyatakan bahwa tindakan manusia ditentukan oleh ada atau tidaknya faktor penyebabnya. Maka seseorang melakukan korupsi juga disebabkan oleh beberapa faktor penyebab. Faktor penyebab itulah yang disebut sebagai motif eksternal penyebab tindakan.
Di tengah kehidupan yang semakin sekular, maka ukurannya adalah seberapa besar seseorang bisa mengakses kekayaan. Semakin kaya, maka semakin berhasil. Maka ketika seseorang menempati suatu ruang untuk bisa mengakses kekayaan, maka seseorang akan melakukannya secara maksimal. Di dunia ini, maka banyak orang yang mudah tergoda dengan kekayaan. Karena persepsi tentang kekayaan sebagai ukuran keberhasilan seseorang, maka seseorang akan mengejar kekayaan itu tanpa memperhitungkan bagaimana kekayaan tersebut diperoleh.
Dalam banyak hal, penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan.
3.      Kondisi Yang Mendukung Munculnya Korupsi
a.       Adapun kondisi yang mendukung terjadinya korupsi Menurut Penulis adalah:
·         Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
·         Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
·         Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
·         Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
·         Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
·         Lemahnya ketertiban hukum.
·         Lemahnya profesi hukum.
·         Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
·         Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
·         Wilayah Individu, dikenal sebagai aspek manusia yang menyangkut moralitas personal serta kondisi situasional seperti peluang terjadinya korupsi termasuk di dalamnya adalah faktor kemiskinan.
b.      Adapun dampak dari korupsi bagi bangsa Indonesia sangat besar dan komplek.
Menurut Soejono Karni, beberapa dampak korupsi adalah:
·         rusaknya sistem tatanan masyarakat,
·         ekonomi biaya tinggi dan sulit melakukan efisiensi,
·         munculnya berbagai masalah sosial di masyarakat,
·         penderitaan sebagian besar masyarakat di sektor ekonomi, administrasi, politik, maupun hukum,
·         yang pada akhirnya menimbulkan sikap frustasi, ketidakpercayaan, apatis terhadap pemerintah yang berdampak kontraproduktif terhadap pembangunan.
4.      Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
Masalah korupsi dan bagaimana cara mengatasinya sudah sangat banyak dibicarakan oleh para pengamat, penegak hukum, tokoh LSM, pejabat, pendidik dan juga pemimpin umat dari berbagai agama. Namun spirit reformasi yang digulirkan pada tahun 1998 ditandai dengan runtuhnya rejim Orde Lama, yang salah satu agenda pokoknya adalah “pemberantasan KKN”, ternyata gaungnya mulai meredup. Ironis, karena sampai sekarang belum ada tanda-tanda bahwa korupsi dapat dikurangi apalagi diberantas, Indonesia tetap bertengger sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Penanganan korupsi masih sangat mengecewakan dan dinilai masih dalam praktik "tebang pilih". Artinya, masih banyak kasus besar yang belum tersentuh pengadilan dan terkesan dilindungi oleh kekuasaan. Banyak putusan hakim yang kental isu suap. Banyak kasus yang ditangani, tapi ketika sampai di pengadilan banyak terdakwanya yang dibebaskan. Padahal menurut perasaan keadilan masyarakat atau pun berdasarkan fakta yang muncul di pengadilan, seharusnya hakim memutuskan sebagai terbukti bersalah.
Menghadapi beban penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi yang semakin canggih dan kompleks, lembaga kejaksaan sebagai ujung tombak penegak hukum, mutlak perlu membenahi diri ke dalam dan mereformasi diri. Salah satu agenda penting dalam reformasi lembaga kejaksaan adalah bagaimana lembaga ini dapat menjadi lembaga yang bebas dari intervensi politik. Politisasi hukum sudah berlangsung lama dan ini harus dijadikan agenda reformasi untuk menjadikan lembaga kejaksaan yang steril dari pengaruh politik dan kepentingan politik.
Masyarakat kebanyakan masih menganggap suap sebagai hal yang wajar, lumrah, dan tidak menyalahi aturan. Contoh paling sederhana dari suap adalah memberi biaya perjalan dan menginap bagi anggota partainya dan sangat berkaitan dengan jabatan yang akan diraihnya, tapi memakai bahasa lain yang bukan terang- terangan mengatakan ini adalah suap hanya “membantu”. Sebenarnya membantu ini adalah hal yang lumrah tapi disalah gunakan demi kepentingan yang lain dan akhirnya justru disalahgunakan demi keuntungan pribadi dan saling menguntungkan antara pemberi dan penerima.
Aplikasi suap terjadi mulai dari hal yang sederhana dan sepele hingga urusan kenegaraan yang rumit. Suap terjadi mulai dari pengurusan kartu tanda penduduk (KTP) hingga pembuatan undang-undang (UU) di lembaga legislatif. Dalam masyarakat yang kian materialistis, ada gium "tak ada yang gratis" menjadi acuan. Akibatnya, sesuatu yang menjadi kewajiban seseorang, karena jabatannya menjadi "diperjual-belikan" demi keuntungan pribadi.
Kesadaran akan dampak dan kerugian suap juga bukan hal baru. Tapi akibat suap dan tindak koruptif lainnya, yang menyebabkan terbengkalainya kepentingan publik. Kesalahan yang terjadi sejak lama dan dibiarkan terjadi secara terus-menerus membuat suap menjadi tindakan yang seolah-olah dibenarkan. Bahkan, masyarakat menganggap suap sebagai hal yang "dibenarkan". Sudah menjadi rahasia umum bila masyarakat hingga kini masih beranggapan, untuk menjadi pegawai negeri sipil atau anggota TNI/ Polri selalu harus disertai dengan suap dengan nilai hingga puluhan juta rupiah. Dengan semakin sempitnya ketersediaan lapangan kerja, anggapan ini juga merambah ke sektor swasta dan menyentuh kelas masyarakat ekonomi paling bawah.
Kerangka kultural yang penuh pertimbangan ini membuat masyarakat selalu berusaha untuk menyiasati segala aturan yang ada. Masyarakat yang tidak mengerti juga membuat hukum yang dibuatnya pun tidak tegas. Aturan hukum terkadang keras, tetapi di bagian lain justru sangat lunak. Ketidakpastian hukum ini membuat hukum sangat mudah disiasati.
Kondisi ini membuat pemberantasan korupsi yang dilakukan sejak dulu hingga kini hanya drama penegakan hukum. Hampir semua pejabat publik dari pusat hingga daerah memainkan perannya dalam penegakan hukum. Namun, masyarakat sudah sangat cerdas menilai apa yang dilakukan oleh pemimpin mereka. Keterbukaan informasi membuat masyarakat mampu mencerna apa yang dilakukan pejabat dan membandingkan dengan kondisi sehari-hari. Hal-hal yang ditonton masyarakat dari pemimpin selanjutnya ditiru dalam skala yang lebih kecil. Tiadanya teladan juga membuat masyarakat tidak pernah optimistis terhadap upaya pemerintah menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). Pemerintah yang membuat aturan, namun pemerintah yang menyiasati dan melanggarnya.
Pemberantasan korupsi sejatinya disebabkan oleh dua faktor. Pertama, korupsi yang telah membudaya, bahkan mungkin sudah mendarah daging. dan yang Kedua adalah penanganan korupsi ini yang tidak dilakukan secara sungguh-sungguh oleh penegak hukum itu sendiri.
Menurut penulis budaya korupsi bisa terjadi karena berbagai latar belakang. Di antara penyebabnya adalah: Pertama, kelemahan pemimpin untuk mencegah dan memberikan ketauladanan yang baik. Kedua, kelemahan pengajaran agama dan etika. Ketiga, budaya kolonialisme yang mendarah daging dan terpatri dalam benak dan perilaku masyarakat kita. Budaya kolonial yang cenderung mempraktikkan hegemoni dan dominasi, menjadikan orang Indonesia juga tega menindas bangsanya sendiri lewat perilaku korupsi. Keempat, tidak adanya penegakan hukum yang tegas dan memberatkan. Penegakan hukum serta pengusutan secara tuntas dan adil terhadap tindak korupsi memang harus dilaksanakan dan ditegakkan tanpa pandang bulu. Kelima, struktur pemerintahan yang justru menumbuhkan lingkungan subur untuk korupsi.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
Korupsi dapat terjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian yang terjadi pada saat ini adalah:
1.      Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2.      Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
3.      Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki para koruptor pada sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.
4.      Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
5.      Strategi koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang semakin canggih.
6.      Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang diemban.
Oleh karena itu Penulis berpesan kepada kita semua untuk melakukan  upaya-upaya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :
1.      Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang berlaku.
2.      Mengoptimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis.
3.      Mendayagunakan segenap infrastruktur politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki para koruptor dapat ditutup.
4.      Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum dalam menangani kasus korupsi.
5.      Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan.
6.      Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan atau diselewengkan.
Bila kita melihat sedikit ke belakang mengenai kasus-kasus korupsi yang hingga sekarang tak pernah kunjung ada habisnya, maka bagaimana bila para koruptor dan terbukti bersalah segera dihukum mati?. Mungkin dengan sanksi seperti itu para generasi koruptor sedikit demi sedikit akan musnah dan juga masyarakat tidak lagi menjadi koban serta Negara tidak akan pernah rugi karena tidakan para koruptor.
Dengan demikian bahwa nilai kebahagiaan yang merupakan hal yang mendasar dari manusia itu sendiri merupakan motif di balik tindakan korupsi itu. Dengan kekuatan yang dimilikinya berupa semangat dalam menyuarakan dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran serta keberanian dalam menentang segala bentuk ketidak-adilan, masyarakat menempati posisi yang penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kekuatan tersebut bagaikan pisau yang bermata dua, di satu sisi, mahasiswa mampu mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk bertindak atas ketidak-adilan sistem termasuk didalamnya tindakan penyelewengan jabatan dan korupsi. Sedangkan di sisi yang lain, mahasiswa merupakan faktor penekan bagi penegakan hukum bagi pelaku korupsi serta pengawal bagi terciptanya kebijakan publik yang berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak.

Contoh Surat Penetapan Mediator Pengadilan Agama


















Oleh:  Musa Amzhar Simbolon


PENETAPAN
No……

“DEMI KEADILAN BERASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

Kami Hakim Ketua Majelis Pengadilan Agama ……………., membaca surat permohonan Termohon tertanggal ………….,2012 No. ……., dalam perkara antara :
Fuad Husein bin Permana, sebagai PEMOHON
Lawan
Rahayu Ningsih binti Syafrizal, sebagai TERMOHON
Telah membaca penetapan Ketua Pengadilan Agama ………… tertanggal ………………., 2012 Perkara No. ………, tentang penetapan hari sidang;
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan para pihak hadir ( kuasanya atau para pihak);
Menimbang, bahwa dalam usaha mendamaikan para pihak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 130 HIR/154 RBg dan PerMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Hakim Ketua menerangkan, bahwa para pihak dapat memilih Mediator yang terdaftar di Pengadilan Agama ……………………
Menimbang bahwa ternyata para pihak sepakat untuk memilih sendiri Mediator yaitu …………………… atau menyerahkan kepada Hakim Ketua untuk menunjuk Mediator dari kalangan Hakim Pengadilan Agama ……………………,
(coret yang tidak sesuai)
Menimbang, bahwa oleh karena itu perlu ditunjuk nama Mediator sebagaimana tersebut dalam amar penetapan ini;
Memperhatikan pasal 11 ayat (1) atau ayat (5) PerMA RI No 1 Tahun 2008

MENETAPKAN

Menunjuk  (Nama Mediator) ………… ( pekerjaan/jabatan) ……………. Sebagai Mediator dalam perkara No. …………………,
Menetapakan proses mediasi paling lama 40 (empat puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan ini.
Memerintahkan kepada Mediator untuk melaporkan hasil mediasi kepada Majelis Hakim.
Demikian ditetapkan di ………………………….., tanggal ………………….., 20 .… .


     Hakim Ketua,


(………………………)
Nip. ………………..



-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------




KESEPAKATAN MEMILIH MEDIATOR

Sesuai dengan bunyi ketentuan pasal 8 ayat (I) dan pasal II ayat (I) tahun dan ayat (2) peraturah mahkamah agung Republik Indonesia nomor 1 tahun 2008’ kami, para pihak dalam perkara perdata nomor……………….,yaitu:
1.      Nama alamat
2.      Nama dan alamat
3.      …………………sebagai pemohon-pemohon
dan
1.      Nama dan alamat
2.      Nama dan alamat
3.      …………………sebagai termohon-termohon
Dengan ini memberitahukan kepada Ketua Majelis Hakim dalam perkara Nomor…………..bahwa kami telah bersepakat memilih:…..(nama seorang Mediator/lebih……..) untuk menjadi Mediator dalam perkara Nomor:………di Pengadilan………
Kami juga sepakat bahwa beban biaya Mediasi (honorarium hanya untuk Mediator non-Hakim dan/atau biaya lain yang diperlukan dalam Mediasi) ditanggung bersama, sebesar……….% oleh Termohon.
Tempat/tanggal dan tahun………………..

Para Pihak

Pemohon (Fuad Husein bin Permana)                        Termohon (Rahayu Ningsih binti Syafrizal)


              Tandatangan/stempel                                                     Tandatangan/stempel


Resume Perkara

I.     Duduk perkara/kejadian (kapan, siapa pihak lawan/Pemohon/Termohon, dimana, mengapa, bagaimana terjadi, bentuk kerugian):
………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………
II. Usulan penyelesaian
1.      ………………………………………………………………………………………..
2.      ………………………………………………………………………………………..
3.      ………………………………………………………………………………………..








…………., …………………… . 20…..
Pihak Pemohon/Termohon atau Kuasa Hukum


   (…………………………..)










Hal : Laporan Proses Mediasi Gagal
Kepada:
Yth. Majelis Hakim yang memeriksa Perkara
No. ………………………………..
Di
Pengadilan Agama ………………………………


Dengan hormat,
Bersama ini kami, selaku Mediator dalam perkara No. …………………….. memberitahukan bahwa proses Mediasi yang kami laksanakan telah gagal mencapai kesepakatan (pernyataan tentang kegagalan tersebut terlampir).
Demikian laporan ini kami sampaikan dan atas perhatian Majelis kami ucapkan terima kasih.


…………………, …………….. 20 ….
Mediator

      (                           )





PERNYATAAN
Pada hari ini, ………. tanggal ……………,20…. Saya, (nama mediator),  Mediator terdaftar di Pengadilan Agama ………………., dengan ini menyatakan bahwa:
Perkara : No. ………………../20….
Antara  : …………………..

Melawan
   ……………………………………
Telah gagal mencapai kesepakatan dalam proses Mediasi yang telah kami tempuh dari tanggal ………, 20…. s.d. ……………….., 20 …..
Demikian pernyataan ini dibuat dan ditandatangani oleh saya, selaku Mediator dan para pihak yang bersangkutan tersebut.
…………, ………..20 ….
Pihak Pemohon                                                 Pihak Termohon

   (                                  )                                          (                                     )
Mediator

                                                             (                               )





-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KESEPAKATAN MENUNJUK AHLI DAN PEMBIAYAAN

Sesuai dengan bunyi ketentuan pasal 16 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008, kami, para pihak dalam Proses Mediasi yang merupakan para pihak dalam Perkara Perdata Nomor ………………, yaitu:
1.      Nama dan alamat
2.      Nama dan alamat
3.      ………………… sebagai pemohon-pemohon
dan
1.      Nama dan alamat
2.      Nama dan alamat
3.      …………………. Sebagai termohon-termohon
dengan ini sepakat untuk menunjuk :
1.      Nama dan alamat
2.      Nama dan alamat
3.      ………………… sebagai Ahli (sesuai bidang keahliannya) yang akan diminta untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan atau penilaian yang mempunyai kekuatan mengikat atau kekuatan tidak mengikat (coret yang tidak diperlukan) dalam proses Mediasi ini.
Adapun berkenaan biaya pemanggilan, biaya pemanggilan, honorarium dan biaya perjalanan ahli dalam proses mediasi akan ditanggung oleh para pihak dengan perincian sebagai berikut :
§   Biaya ditanggung bersama dengan pembagian yang seimbang; atau
§   Biaya yang ditanggung oleh pihak Pemohon (-pemohon) adalah sebesar ……% dan biaya yang ditanggung oleh pihak Termohon (-termohon) adalah sebesar …… %.

Tempat/Tanggal dan Tahun …………………
Para Pihak

Pemohon (nama lengkap)                                             Termohon (nama lengkap)


 Tandatangan/stempel                                                       Tandatangan/stempel