Seketika
mata tua itu berbinar senang seraya menatap anak laki-lakinya. Terlintas di
pikirannya, gubuk kecil ini akan penuh dengan limpahan kebahagiaan.Ditemankan
seorang gadis cantik yang kelak menjadi menantunya, hingga terbayang pula
celoteh, canda dan tawa cucu-cucu yang memenuhi setiap sudut rumah.
Ditatapnya kembali pemuda tanggung yang berdiri dengan
gagah di depannya. Ia telah tumbuh besar, bukan lagi bocah kecil yang dulu
sering dijewer telinganya saat nakal. Tak pula sepotong kue yang disodorkan
akan membuatnya menghentikan tangisan. Bocah ingusan itu telah dewasa, bahkan
terlihat lebih dewasa dari usianya. Sorot matanya tajam laksana elang, rahang kukuh
dan ditumbuhi cambang, serta tubuh yang tegap bagaikan prajurit yang tak sabar
menanti genderang perang ditabuhkan.
Seakan tak percaya pada sekian waktu yang telah berlalu,
tangan yang telah keriput dimakan usia itu bergerak perlahan menyentuh wajah di
hadapannya. Lalu dielusnya dengan lembut, penuh dengan selaksa cinta. Paras
wajahnya mewarisi ketampanan asy Syahid suaminya tercinta. Ia memang telah
dewasa dan saatnya telah tiba untuk menikah, hati kecilnya bergumam bahagia.
Sepekan pun berlalu dalam guliran usia dan waktu.
Seiiring itu pula, alunan bacaan al Qur'an semakin terdengar merdu dan syahdu.
Hampir setiap saat, lelaki itu selalu bersama mushab al Qur'an kecil yang tak
pernah jauh dari sisinya. Menjelang saat pernikahan, ia memang semakin dekat
dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ibadah wajib bahkan sunnat pun tampak semakin
khusyuk dilakukan.
Saat ini, pemuda itu kembali berdiri di hadapan ibunda
tercinta. Ia semakin tampan, wajahnya tampak bercahaya, gagah walaupun tanpa
mengenakan pakaian pesta seperti layaknya mempelai yang akan menikah. Ia
tersenyum, sedikit menganggukkan kepala lalu memeluk dengan penuh kasih sayang
wanita yang melahirkannya. Pelukannya lambat laun semakin erat, bagaikan sebuah
salam perpisahan.
Ibunda pun menangis, isakannya terdengar saling memburu
dan membasahi kafeyah. Mata hatinya sebagai seorang ibu, telah menerka makna
pernikahan sesungguhnya yang diinginkan buah hati tercinta.Sekelebat
kebahagiaan yang terlintas beberapa hari lalu di pikirannya, semata-mata
hanyalah pelipur lara bagi fitrahnya sebagai seorang ibunda.
Pemuda yang lahir dari rahimnya, dibuai dan telah
dibesarkan ini bukanlah miliknya, tapi milik zamannya. Kini anak panah itu
telah siap meluncur dari busur, pedang siap terayun menebas musuh, butir peluru
pun siap ditembakkan dan melaju.
Untaian do'a, baluran cinta dan alunan senandung jihad
yang senantiasa menemani lelap tidur anaknya telah menjelma dalam setiap helaan
nafas dan butiran darah. Hidup bagi seorang laki-laki sejati di bumi al Aqsa
hanyalah perjuangan yang tak pernah padam, mengusir zionis jahanam, laknatuLlah.
Dilepaskannya kepergian buah hati tercinta dengan ikhlas,
penuh keredhaan dan iringan do'a. Tak ada lagi tangis, apalagi sedu sedan dari
sudut mata tuanya. Hanya tatapan kasih sayang dan senyum kebanggaan. Sang
pemuda melangkah dengan penuh keyakinan menuju gerbang pernikahan yang dihiasi
mahligai cinta. Mahar yang akan diberikan pun telah siap di balik baju, melilit
sekujur tubuhnya.
Malam itu, hanya sepenggal bulan bergelayut di awan.Angin
berhembus lirih, burung malam pun enggan bersenda gurau. Senyap dan kelam
membalut kesunyian.
Pecah...
Menggelegar membelah angkasa. Lalu tanah pun merekah oleh
suara-suara tapak sepatu bot dan deru mesin pembunuh. Mereka bergerak menuju
semburat titik api yang memancar dari Jalur Gaza. Kata makian dan sumpah serapah
berhamburan, meracau tak karuan. Wajah-wajah itu berang, marah dan menyeringai
bagaikan srigala yang mulutnya masih berlumuran darah.
Sisa
kebisingan itu menelisik dari celah-celah dinding, menyapa seorang perempuan
yang baru saja selesai menunaikan sholat malamnya di sebuah gubuk tua. Ia
tersenyum, lalu diambilnya sebuah mushab kecil, dan didekapnya dengan selimut
kasih sayang. Lembut dibelainya, bagaikan membelai syuhada saat masih bocah. Ia
bernyanyi kecil dengan senandung jihad,
seraya beringsut menuju sebuah kamar. Perlahan dikuaknya daun pintu kayu agar
buah hati tercinta tidak terjaga dari tidur. Dengan kasih sayang lalu
diletakkannya di pembaringan, dan ia pun beranjak keluar.
Semerbak...
Bau harum menyeruak dan merebak dari kamar syuhada, harum
bagaikan khas keharuman sebuah kamar mempelai yang akan mereguk cinta di malam
pertama.
Wallahua'lam bi shawab.
*MERENGKUH CINTA DALAM BUAIAN PENA*
Al-Hubb FiLlah wa LiLlah,
Oleh: M. A. Simbolon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar