PENDAHULUAN
Ideologi
adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt
de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang
ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara
memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat
Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat
Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan
pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk
menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem
pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada
masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara
implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak
diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.
PEMBAHASAN
IDEOLOGI TENGAH DAN KANAN
A.
PENGERTIAN
Implikasi Demokratis
dari “sosialisme demokratis” sangata jelasdalam istilahnya sendiri. Ada
idiologi politik yang menganut asas-asas kedaulatan rakyat dan persamaan
politik. Dan juga anarkisme adalah diantara idiologi kiri yang mendesak adanya
pembagian kekuasaan politik yang sama bagi seluruh warga Negara. Politik tidak
dibagi rata , maka mereka yang melaksanakan kekuasaan politik tik berhak
menyatakan bahwa wewenang politiknya adalah sah.
Mengidentifikasi demokrasi dengan kapitalisme
adalah salah, karena:
1.
“Kapitalime”
merupakan suatu system organisasi ekonomi, sedang “Demokrasi” mengacu pada
system suatu politik.
2.
Sebenarnya
belum pernh ada system organisasi ekonomi yang benar-benar kapitalis.
Dari sudut
pandang lain, mencirikan demokrasi dan kapitalisme bias saja banyak benarnya
dari pada salahnya, karena:
1.
Demokrasi-demokrasi yang telah mantap dan telah lama hidup di
dunia barat berakar kuat pada idiologi liberalism klasik.
2.
Liberalisme
klasik juga adalah idiologi politik kapitalisme awal.
Kenyataan-kenyataan
politis dan liberalime klasik lebih bayak menampilkan wujud-wujud orientasi
dari pada demokrasi. Persoalan
pokokmengenai pentingnya liberalisme klasik ini mungkin akan bias dijelaskan
kalau kita berpaling lebih dahulu pada asumsi-asumsi yang menambatkan logika
suatu idiologi politik.
B.
LIBERALISME
Liberalism
merupakan idiologi kelas tertentu yang mecirikan kepentingan ketentuan. Dalam ilmu-ilmu sosial dikenal dua
pengertian mengenai ideologi, yaitu ideologi secara fungsional dan secara
struktural. Ideologi secara fungsional diartikan sebagai seperangkat gagasan
tentang kebaikan bersama; atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap
paling baik, sedangkan ideologi secara struktural diartikan sebagai sistem
pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan
tindakan yang diambil oleh penguasa. Menurut pendekatan struktural konflik,
kelas yang memiliki sarana produksi materiil dengan sendirinya memiliki sarana
produksi mental, seperti gagasan, budaya dan hukum. Gagasan kelas yang berkuasa
di manapun dan kapanpun merupakan gagasan yang dominan. Gagasan, budaya, hukum
dan sebagainya sadar atau tidak merupakan pembenaran atas kepentingan materiil
pihak yang memiliki gagasan yang dominan. Sistem pembenaran ini disebut
ideologi.
Dalam
bahasa Indonesia, ideologi sering disebut sebagai “dasar negara” atau “falsafah
negara”, di Malaysia disebut “rukun negara”. Karena memberikan pengesahan
kepada pemerintah, ideologi membenarkan adanya status quo. Tetapi ideologi juga
bisa digunakan oleh pihak lainnya (pihak pemberontak, pihak oposisi atau pihak
reformasi) guna menyalahkan pemerintahan, menyerang kebijakan pemerintah sampai
kepada mengubah status quo. Sekalipun pemerintah bisa menindas warga negaranya
dengan menggunakan dalih ”hak ketuhanan raja” atau ”kehendak sejarah”, tetapi
pihak lainnya bisa membenarkan tindakan kekerasan mereka dengan bersandar pada
prinsip ”hak-hak dasar” atau ”kehendak yang kuasa”. Ideologi yang dianggap
sarat dengan kepentingan kelas pekerja bukan tidak bisa digunakan untuk
menentang kekuasaan negara borjuis, selain juga untuk mensahkan kekuasaan
diktator terhadap kelas pekerja. Ideologi dalam arti fungsional dapat
digambarkan secara singkat dengan contoh berikut. Di Amerika Serikat, menjamin
keamanan nasional berarti peningkatan produksi persenjataan yang bermakna pula
menguntungkan industri-industri senjata. Peningkatan pertumbuhan pertanian
berarti peningkatan produksi pupuk dan bahan kimia yang lain, yang berarti
menguntungkan industri-industri pupuk dan bahan kimia. Demi stabilitas nasional
di negara-negara berkembang acap kali berarti mengurangi kebebasan politik
warga negara. Ideologi dalam arti fungsional digolongkan secara tipologi dengan
dua tipe, yakni ideologi yang doktriner dan ideologi yang pragmatis.
Liberalisme
sebagai suatu ideologi pragmatis muncul pada abad pertengahan di kalangan
masyarakat Eropa. Masyarakat Eropa pada saat itu secara garis besar terbagi
atas dua, yakni kaum aristokrat dan para petani. Kaum aristokrat diperkenankan
untuk memiliki tanah, golongan feodal ini pula yang menguasai proses politik
dan ekonomi, sedangkan para petani berkedudukan sebagai penggarap tanah yang
dimiliki oleh patronnya, yang harus membayar pajak dan menyumbangkan tenaga
bagi sang patron. Bahkan di beberapa tempat di Eropa, para petani tidak
diperkenankan pindah ke tempat lain yang dikehendaki tanpa persetujuan sang
patron (bangsawan). Akibatnya, mereka tidak lebih sebagai milik pribadi sang
patron. Sebaliknya, kesejahteraan para penggarap itu seharusnya ditanggung oleh
sang patron. Industri dikelola dalam bentuk gilde-gilde yang mengatur secara
ketat, bagaimana suatu barang diproduksi, berapa jumlah dan distribusinya.
Kegiatan itu dimonopoli oleh kaum aristokrat. Maksudnya, pemilikan tanah oleh
kaum bangsawan, hak-hak istimewa gereja, peranan politik raja dan kaum
bangsawan, dan kekuasaan gilde-gilde dalam ekonomi merupakan bentuk-bentuk
dominasi yang melembaga atas individu. Dalam konteks perkembangan masyarakat
itu muncul industri dan perdagangan dalam skala besar, setelah ditemukan
beberapa teknologi baru. Untuk mengelola industri dan perdagangan dalam skala
besar-besaran ini jelas diperlukan buruh yang bebas dan dalam jumlah yang
banyak, ruang gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi dan kebebasan
berkreasi. Kebutuhan-kebutuhan baru itu terbentur pada aturan-aturan yang
diberlakukan secara melembaga oleh golongan feodal. Yang membantu golongan
ekonomi baru terlepas dari kesukaran itu ialah munculnya paham liberal.
Liberalisme
tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh
golongan intelektual yang digerakkan oleh keresahan ilmiah dan artistik umum
pada zaman itu. Keresahan intelektual tersebut disambut oleh golongan pedagang
dan industri, bahkan hal itu digunakan untuk membenarkan tuntutan politik yang
membatasi kekuasaan bangsawan, gereja dan gilde-gilde. Mereka tidak bertujuan
semata-mata untuk dapat menjalankan kegiatan ekonomi secara bebas, tetapi juga
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Masyarakat yang terbaik (rezim
terbaik), menurut paham liberal adalah yang memungkinkan individu mengembangkan
kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya. Dalam masyarakat yang baik, semua
individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-bakatnya. Hal ini
mengharuskan para individu untuk bertanggung jawab pada segala tindakannya baik
itu merupakan sesuatu untuknya atau seseorang. Seseorang yang bertindak atas
tanggung jawab sendiri dapat mengembangkan kemampuan bertindak. Menurut asumsi
liberalisme inilah, John Stuart Mill mengajukan argumen yang lebih mendukung
pemerintahan berdasarkan demokrasi liberal. Dia mengemukakan tujuan utama
politik ialah mendorong setiap anggota masyarakat untuk bertanggung jawab dan
menjadi dewasa. Hal ini hanya dapat terjadi manakalah mereka ikut serta dalam
pembuatan keputusan yang menyangkut hidup mereka. Oleh karena itu, walaupun
seorang raja yang bijaksana dan baik hati, mungkin dapat membuat putusan yang
lebih baik atas nama rakyat dari pada rakyat itu sendiri, bagaimana pun juga
demokrasi jauh lebih baik karena dalam demokrasi rakyat membuat sendiri
keputusan bagi diri mereka, terlepas dari baik buruknya keputusan tersebut.
Jadi, ciri-ciri ideologi liberal sebagai berikut :
1.
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik.
- Kedua,
anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk
kebebasan berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
- Ketiga,
pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan
yang dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar
membuat keputusan untuk diri sendiri.
- Keempat,
kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk.
Oleh karena itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga
penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah. Pendek kata, kekuasaan dicurigai
sebagai hal yang cenderung disalahgunakan, dan karena itu, sejauh mungkin
dibatasi.
- Kelima,
suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau
sebagian besar individu berbahagia. Walau masyarakat secara keseluruhan
berbahagia, kebahagian sebagian besar individu belum tentu maksimal.
Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat atau rezim diukur dari seberapa
tinggi indivivu berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan
bakat-bakatnya. Ideologi liberalisme ini dianut di Inggris dan
koloni-koloninya termasuk Amerika Serikat.
C.
KONSERVATISME
Konservatisme
adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah
ini berasal dari kata dalam bahasa Latin, conservāre, melestarikan;
"menjaga, memelihara, mengamalkan". Karena berbagai budaya memiliki
nilai-nilai yang mapan dan berbeda-beda, kaum konservatif di berbagai
kebudayaan mempunyai tujuan yang berbeda-beda pula. Sebagian pihak konservatif
berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali
kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, the status quo ante.
Samuel Francis mendefinisikan konservatisme yang otentik sebagai “bertahannya
dan penguatan orang-orang tertentu dan ungkapan-ungkapan kebudayaannya yang
dilembagakan.”[1] Roger Scruton menyebutnya sebagai “pelestarian ekologi
sosial” dan politik penundaan, yang tujuannya adalah mempertahankan, selama
mungkin, keberadaan sebagai kehidupan dan kesehatan dari suatu organisme
sosial.
Ciri-Ciri
Ajaran Ideologi Konservatisme:
1. Lebih mementingkan lembaga-lembaga
kerajaan dan gereja.
2. Agama dipandang sebagai kekuatan
utama disamping upaya pelestarian tradisi dan kebiasaan dalam tata kehidupan
masyarakat.
3. Lembaga-lembaga yang sudah mapan
seperti keluarga, gereja, dan Negara semuanya dianggap suci.
4. Konservatisme juga menentang radikalisme
dan skeptisisme.
Siapa yang menciptakan?
Ideologi konservatisme yang
dikumandangkan oleh Edmund Burke, 1729-1797. Dimana ideologi konservatisme ini
telah merasuk ke beberapa negara sekular yang
ada sekarang. Nasionalisme dan kebangsaan ini sekarang kalau di
Indonesia dijadikan lambang perjuangan Partai Amanat Nasional di bawah
Amien Rais dan Partai Kebangkitan Bangsa yang lahirnya dibidangi oleh Gus
Dur.
Negara yang menganut Ideologi
Konservatisme Negara yang pernah menganut Ideologi Konservatisme adalah
Inggris, Kanada, Bulgaria, Denmark, Hongaria, Belanda, Swedia
D.
FASISME
Secara
umum, fasisme adalah suatu paham yang mengedepankan bangsa sendiri dan
memandang rendah bangsa lain. Hal ini sama saja mengisyaratkan bahwa fasisme
adalah suatu sikap nasionalime yang berlebihan. Penerapan ideologi fasisme
secara absolut tanpa mengutamakan prinsip demokrasi. Contohnya saja
Jerman yang memusuhi yahudi, karena yahudi dianggap ras rendah yang
senantiasa mengotori kemurnian ras arya.
Ada
beberapa faktor yang dapat dijadikan penyebab munculnya ideologi fasisme.
Salah satunya adalah pecahnya perang dunia kedua. Sejumlah Negara yang kalah
perang di perang dunia pertama merasa frustasi dan tidak puas terhadap hasil
perjanjian perang dunia pertama. Hal tersebut mengakibatkan kekacauan di bidang
sosial dan ekonomi Negara tersebut. Sehingga lahir berbagai gesekan-gesekan di
dalam Negara. Depresi juga menjadi salah satu faktor pemicu kebangkitan
Fasisme, sebelum perang dunia kedua. Hal itu yang menjadikan manusia dapat
dimobilisir, karena tak memiliki acuan hidup. Faktor ketiga adalah
lembaga-lembaga demokratis liberal yang tidak memiliki landasan yang aman,
karena dapat disusupi berbagai ide-ide Fasisme. Serta kecemasan yang meluas
diantara kelas menengah dan menengah-bawah atas pengambil alihan revolusioner
rejim Komunis akan terjadi di Negara mereka menjadi faktor keempat bangkitnya
ideologi Fasisme. Fasisme muncul dengan pengorganisasian pemerintahan dan
masyarakat secara totaliter, kediktatoran partai tunggal yang bersifat:
ultra-nasionalis, rasis, militeris dan imperialis. Fasisme juga muncul pada
masyarakat pasca-demokrasi dan pasca-industri. Jadi, fasisme hanya muncul di
negara yang memiliki pengalaman demokrasi. Hal- hal yang penting dalam
penbentukan suatu karakter negara fasisme adalah militer, birokrasi, prestise individu
sang diktator serta dukungan masa.
Tokoh-tokoh
ideologi fasisme yang kita kenal adalah Benito Mussolini dari italia. Di Jerman
terdapat tokoh penganut fasisme yaitu Adolf Hitler. Kedua tokoh ini mengenalkan
ajaran-ajaran yang dianut dalam ideologi fasisime. Hingga saat ini ajaran
fasisme model Italia-lah yang kemudian menjadi pegangan kaum fasisme di dunia,
karena wawasannya yang bersifat moderat.
Beberapa
unsur pokok dari ajaran fasisme yaitu, Pertama, ketidak percayaan pada
kemampuan nalar. Bagi fasisme, keyakinan yang bersifat fanatik dan dogmatik
adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi didiskusikan. Kedua,
pengingkaran derajat kemanusiaan. Bagi ideologi fasisme manusia tidaklah
sama. Sehingga pertidaksamaan inilah yang mendorong munculnya idealisme
mereka. Dalam ideologi fasisme, pria melampaui wanita, militer melampaui
sipil, anggota partai melampaui bukan anggota partai, bangsa yang satu
melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus melampaui yang lemah. Jadi fasisme
menolak konsep persamaan tradisi yahudi-kristen dan juga Islam yang
berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan dengan ideologi yang
mengedepankan kekuatan. Oleh karena itu, kita sering mendengar istilah
anti-yahudi. Ketiga, kode prilaku yang didasarkan pada kekerasan dan
kebohongan. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk mengakui
kebenaran doktrin pemerintah. Jika ada yang bertentangan dengan kehendak
negara, maka mereka adalah musuh yang harus dimusnahkan. Hitler konon pernah
mengatakan, bahwa “kebenaran terletak pada perkataan yang berulang-ulang”.
Jadi, bukan terletak pada nilai obyektif kebenarannya. Keempat,
pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam ideologi fasisme, pemerintahan harus
dipimpin oleh kelompok-kelompok elit yang dianggap lebih mengetahui
keinginan seluruh anggota masyarakat. Kelima, totalitarianrisme.
Bagi penganut ideologi fasime, kaum fasis menerapkan pola pengawasan yang
sangat ketat. Sedangkan bagi kaum penentang, maka totalitarianisme dimunculkan
dengan aksi kekerasan seperti pembunuhan dan penganiayaan. Keenam,
Rasialisme dan imperialisme. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat
bahwa bangsa elit, yaitu mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya.
Fasisme juga merambah jalur keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih
unggul dari pada lainnya, sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan
demikian hal ini memunculkan semangat imperialisme. Ketujuh,
ideologi fasisme memiliki unsur menentang hukum dan ketertiban
internasional. Konsensus internasional adalah menciptakan pola hubungan antar
negara yang sejajar dan cinta damai. Sedangkan fasisme dengan jelas menolak
adanya persamaan tersebut. Oleh karena itu, kaum fasis menganggap bahwa perang
sebagai derajat tertinggi terutama hal yang menentang hukum dan ketertiban
internasional.
PENUTUP
Fasisme dikenal sebagai ideologi yang lahir dan
berkembang subur pada abad ke-20. Ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia
pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di Jerman dan
Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani, Spanyol,
dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah yang
penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya
dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin
sistem semacam itu—di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan
kekerasan menjadi hukum—mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui
polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa
takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan
kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur
pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan
pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh kaum
fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat manusia,
yang merenggut nyawa 55 juta orang.
DAFTAR PUSTAKA
Zulkifly Hamid,
“Pengantar Ilmu Politik”. PT. Raja Grapindo Persada. Jakarta: 2006
Surbakti,
“Memahami Ilmu Politik”. PT. Raja Grapindo Persada. Jakarta: 1992